About Me

Foto saya
winner adalah salah seorang penulis blog. memiliki sedikit pengalaman namun memiliki kisah hidup yang sangat berarti yang pantas untuk dibagi buat para pembaca blog...

counter

Apa itu PTC?

26 komentar


Apakah PTC itu?

PTC adalah singkatan dari Paid To Click. PTC merupakan progam bisnis di internet yang membayar setiap membernya untuk mengklik iklan pada halaman tertentu. Untuk mendapatkan rupiah atau dollar, Anda cukup menjadi member di website PTC (gratis) dan mengklik iklan yang ada di website tersebut. Cukup mudah bukan?

Berapa Anda akan dibayar?
Setiap website PTC memasang harga yang bermacam-macam. Rata-rata mereka akan membayar Anda sekitar Rp 25,- sampai Rp 100,- (PTC lokal) dan $0.001 - $0.01 (PTC luar negeri). Memang kelihatan sedikit, tapi kalau Anda mengetahui tips dan triknya dan menjadi member di banyak PTC hasilnya lumayan. Jadikan bisnis ini untuk menambah penghasilan Anda dan bukan untuk penghasilan utama.


Bagaimana caranya Anda dibayar?
Perhatikan alur berikut ini.

Website PTC -> Rekening online -> Bank Anda

Penjelasannya begini. Jumlah uang yang sudah didapat dari website PTC ditransfer ke rekening online Anda (Paypal, AlertPay, E-Gold, dll). Kemudian dari rekening online ditransfer ke bank Anda di Indonesia (BCA, Bank Mandiri, Bank Muamalat, dll).

Bagaimana persiapan mengikuti bisnis PTC ini?
a. Mempunyai dompet (rekening) online
Pertama-tama untuk menjalankan bisnis ini disarankan Anda mempunyai rekening online terlebih dahulu. Ada dua macam rekening online yang umum digunakan, yaitu:
icopaypal icoalertpay
Silakan klik icon tersebut untuk mendaftar! Pendaftarannya gratis dan mudah. Siapkan dahulu email Anda sebelum mendaftar di Paypal dan AlertPay. Perhatian! Email Anda adalah nomor rekening Anda, jadi pastikan email yang dimasukkan adalah benar.
Setelah mendaftar, PayPal dan AlertPay Anda masih belum terverifikasi, artinya identitas yang Anda masukkan belum terbukti benar atau tidak. Supaya rekening Anda valid (sah) dan segera dapat digunakan, perhatikan hal-hal berikut.
- Untuk PayPal, diperlukan kartu kredit sebagai alat verifikasi. Bila Anda belum mempunyai kartu kredit, Anda bisa membeli sebuah VCC (Virtual Credit Card). Supaya Anda lebih tahu tentang VCC, carilah di Search Engine (Google, Yahoo, dll).
- Untuk AlertPay, diperlukan hasil scan KTP/SIM/Paspor (pilih salah satu saja) dan tagihan listrik/PAM/PBB/telepon (pilih salah satu saja). Keterangan lebih lanjut lihat di website AlertPay.
b. Mempunyai rekening di bank lokal
Tentu saja Anda juga harus mempunyai rekening di bank lokal (BCA, Bank Mandiri, Bank Muamalat, dll). Rekening di bank lokal berfungsi untuk mencairkan uang Anda yang ada di Paypal/AlertPay.
c. Menjadi member di website PTC
Setelah mempunyai rekening online kemudian Anda menjadi member di website-website PTC. Anda bisa lihat website PTC yang saya rekomendasikan di bawah ini. Pendaftarannya gratis atau tidak dipungut biaya apapun. Saran saya, daftarkan lebih dari satu website PTC untuk mendapatkan rupiah/dollar dan aktif mengklik iklan setiap hari. Utamakan Anda mendaftar di website PTC yang sudah terbukti membayar.

Lihat dan Gabung disini   Bukti Pembayarannya disini

KlikAndi.Com DbClix

IDR-CLICKIT.COM memberikan anda Penghasilan Tambahan Rp.2.000.000/Bulan GRATISSS

9 komentar
IDR-CLICKIT.COM merupakan sebuah situs lokal indonesia.. nah dia adalah salah satu situs PTC (paid to click) situs ini adalah situs populer karena selain tampil beda dia juga memberikan pembayaran yang tepat waktu kepada semua membernya... kalo gak percaya ini bukti pembayarannya yang saya terima


nah masih mo diragukan lagi?... yah nggak kan.. kamu bisa ngikutin program ini GRATIS TOTAL... cukup daftar aja syaratnya gampang.. kamu cukup punya rekening bank mandiri ato bca... 
cara daftarnya gampang cukup mendaftar disini
setelah daftar langsung cek email.. yah.. nanti dikasih link aktivasi biar langsung aktif.. setelah aktivasi jangan lupa langsung ganti password jadi password kita

nah untuk cara promosi biar meningkatkan pendapatan.. Liat aja.. di sini
pokoknya daftar dahulu..

Strategi Jitu Mengantisipasi PHK

5 komentar

Dalam himpitan krisis global yang kian mencekam, terdengar kabar pahit yang mesti terus kita telan. Baru saja Citibank mengabarkan akan mem-PHK 50,000 karyawannya di seluruh dunia (termasuk di Indonesia tentunya). Sementara dalam skala domestik, kita mendengar ratusan perusahaan siap mem-PHK puluhan ribu karyawannya, lantaran order dari luar negeri mendadak mampet.
Oke, kantor tempat Anda bekerja sekarang mungkin masih adem ayem saja. Namun, siapa bisa menebak bahwa perusahaan tempat Anda bekerja bisa terus stabil (apalagi jika kelak memang rupiah akhirnya menembus angka 20,000 – doh !!). Karena itu, bayangkanlah skenario ini : mendadak sampeyan dipanggil bos, dan dia bilang kalau bulan depan sampeyan ndak usah masuk lagi ke kantor, lantaran pemilik perusahaan memilih menutup usahanya. Kalau sampai sampeyan dipecat, lalu anak istri mau makan apa? Makan nasi aking?
Mungkin benar kata sebagian orang, menjadi pekerja kantoran sejatinya sama beresikonya dengan melakukan wirausaha. Memang karyawan kantor bisa menerima gaji tetap yang stabil setiap bulan – namun jika mendadak Anda dipecat…..itu artinya sama dengan kehidupan finansial Anda sekonyong-konyong bangkrut dalam sekejap. Jadi strategi apa yang kira-kira kudu dipersiapkan untuk mengantisipasi datangnya PHK? Disini mungkin ada dua pilihan strategi yang bisa kita bincangkan.
Strategi yang pertama adalah ini : lakukanlah self-assessment untuk mencoba melihat seberapa kokoh portofolio kompetensi atau kualifikasi Anda. Apakah pengalaman kerja yang sudah Anda peroleh selama 2, 5 atau 7 tahun itu telah benar-benar memberikan profil kompetensi yang solid dan “marketable”. (Atau jangan-jangan, pengalaman kerja Anda selama ini benar-benar tidak punya makna apapun terhadap personal development diri Anda….wah cilaka 12 kalau begitu). Lalu, apakah portofolio kompetensi dan skills Anda itu juga mudah untuk “dijual” di perusahaan lain, atau bahkan industri lain.
Cara yang paling mudah untuk mengetes pertanyaan itu adalah begini: coba bayangkan hari ini Anda dipecat; lalu apakah Anda merasa yakin dalam waktu paling lama 3 bulan, Anda sudah bisa memperoleh pekerjaan seperti semula? Jika tidak yakin, berarti mungkin profil skills dan kualifikasi Anda masih cukup rentan. Kalau demikian, segeralah bertindak melakukan serangkaian aksi untuk memekarkan keahlian dan ketrampilan Anda. Cara paling mudah adalah melalui pekerjaan Anda saat ini. Bersikaplah proaktif; dan jika mungkin mintalah tambahan tugas baru – yang memungkinkan Anda untuk terus mengembangkan ketrampilan baru. Bersikap pula aktif untuk terlibat dalam projek-projek yang ada di kantor – sebab siapa tahu, dari rangkaian tugas dan projek itu, Anda bisa punya kesempatan bagus buat mengasah kompetensi Anda. Dan itu artinya, Anda bisa terus mengembangkan portofolio pengalaman serta “nilai jual” Anda di tengah pasar tenaga kerja yang kian kompetitif. “Nilai jual” yang bagus ini tentu saja akan sangat bermanfaat jika kelak Anda memang kejeblok kena PHK.
Strategi yang kedua mengambil pendekatan yang agak berbeda. Strategi kedua ini bertajuk begini : mumpung masih menjadi pekerja kantoran dan belum keburu di-PHK, start doing your own business right NOW. Ya, dengan masih menjadi karyawan, ada kemungkinan Anda masih bisa sedikit menyisakan tabungan (apalagi kalau gaji Anda 16 juta per bulan.). Dari uang tabungan ini, Anda tentu bisa bergerak untuk memulai sebuah bisnis secara mandiri. Tentu saja Anda mesti mencari jenis usaha yang tidak menuntut Anda untuk terjun langsung full time. Bisa juga Anda memanfaatkan atau mempekerjakan orang lain untuk menjalankan usaha Anda ini (sementara Anda bisa bertindak sebagai semacam “arranger”). Atau bisa juga Anda memanfaatkan istri untuk dijadikan business partner (why not?).
Start small, but do act NOW. Cantumkan target dalam dua tahun pertama, usaha mandiri itu bisa mendatangkan income setidaknya 50 % dari gaji pokok Anda sekarang. Dan kemudian, dalam waktu tiga atau empat tahun, bentangkan sasaran untuk memperoleh profit yang jumlahnya 100% sama dengan gaji Anda saat itu. Nah, kalau sudah begini, Anda bisa kemudian memilih : apakah tetap bekerja sambil berbisnis, atau resign untuk sepenuhnya mengelola your own business. Wah asyik juga ya kedengarannya…….
Demikianlah dua strategi ringkas yang mungkin bisa kita singgahi manakala kita berpikir untuk merespon ancaman PHK. Apapun pilihan Anda, ada satu kalimat yang mungkin layak dicengkram erat-erat dalam sekujur tubuh kita. Kalimat itu berbunyi begini : You, and ONLY YOU, who create your own future and destiny. Ya, nasib kita memang bukan ada di tangan orang lain, atau pemilik perusahaan, atau top manajemen, atau pejabat pemerintah. Nasib kita ada di tangan kita sendiri, sodara-sodara………

Mengapa Orang Lain Lebih Sukses Dibanding Saya?

2 komentar

Ya, kenapa banyak orang lain jauh lebih sukses dibanding kita? Atau, kenapa sebagian orang bisa merengkuh sejumput kesuksesan, sementara sebagian yang lain tergelincir dalam stagnasi – getting nowhere in their entire life. Lalu, apa sebenarnya rahasia untuk meraih kesuksesan hidup?
Itulah serangkaian pertanyaan yang coba dijawab dalam sebuah buku yang amat indah, bertajuk : Outliers : The Story of Succes karangan Malcolm Gladwell. Gladwell telah membius publik dunia melalui dua buku sebelumnya, berjudul Tipping Point (yang merubah cara kita memahami dunia) dan Blink (yang telah merubah the way we think about thinking). Dua buku ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Sama seperti dua buku sebelumnya, dalam bukunya yang ketiga ini Gladwell menyuguhkan kejeniusannya dalam merangkai cerita : setiap paragraf dalam bukunya selalu dirajut dengan penuh keindahan, menghanyutkan, dan semuanya dibalut dalam kerenyahan yang menggiurkan. Bagi saya, membaca buku-buku Gladwell selalu merupakan sebuah wisata intelektual yang menggetarkan, dan rasanya sungguh mak nyus.
Jadi, apa rahasia sebenarnya untuk meraih kesuksesan? Dalam banyak buku populer, kesuksesan acap dipahami sebagai sebuah produk dari kejeniusan seseorang, mentalitas atau mindset yang positif, motivasi kerja yang kuat, dan serangkaian karakter positif lainnya. Demikianlah, kita lalu menempatkan kisah sukses Bill Gates misalnya, dalam konteks semacam itu. Kita memandangnya sebagai tokoh visioner yang jenius dan brilian, dan melalui kerja keras serta talentanya ia bisa membangun kesuksesan yang luar biasa. Dengan kata lain, kesuksesan acap dibaca sebagai hasil dari kehebatan yang bersifat individual.
Gladwell menjelaskan narasi kesuksesan semacam itu hanyalah ilusi. Benar, elemen-elemen tentang kerja keras dan talenta memegang peran, namun kesuksesan sesorang ternyata jauh lebih banyak ditentukan oleh serangkaian keberuntungan, lingkungan dimana kita bekerja, dari mana kita berasal, dan juga kultur hidup yang membesarkan kita. ”Success….is grounded in a web of advantages and inheritances, some deserved, some not, some earned, some just plain lucky,” demikian Gladwell menuliskan salah satu kesimpulannya.
Kisah kesuksesan semacam itu mungkin secara dramatis bisa kita baca dari kisah berikut ini. Alkisah, terdapat dua sarjana yang sama-sama brilian dan lulus dari sebuah perguruan tinggi ternama di tanah air. Keduanya merupakan sahabat, dan keduanya memiliki prestasi yang mengagumkan, baik dalam aspek akademis ataupun aspek ekstra kurikuler (keduanya aktif dalam organisasi kampus dan dua-duanya dikenal memiliki talenta kepemimpinan yang sangat baik).
Ketika lulus, satu orang diterima bekerja di sebuah perusahaan yang relatif baru, dinamis, dan berada dalam industri yang tengah berkembang pesat. Satunya lagi memilih bekerja di sebuah perusahaan yang amat besar dengan usaha yang mendekati monopoli, kultur kerja yang birokratis, dan penuh kemapanan. Begitulah, sepuluh tahun kemudian mereka bertemu kembali, dan betapa bedanya nasib mereka. Kawan kita yang bekerja di perusahaan dinamis itu telah tumbuh menjadi top eksekutif yang sukses dan diburu para headhunter; sementara kawan kita satunya lagi stuck on the middle of nowhere.
Apakah kesuksesan itu karena kawan kita yang satu lebih hebat, lebih positif mindsetnya, lebih termotivasi dibanding satunya lagi? Tidak. Kawan kita yang satu berhasil karena ia bekerja pada lingkungan yang benar; dan kantornya telah memberikan serangkaian “kesempatan” dan “keberuntungan” (misal perusahaannya beruntung di-akuisisi oleh perusahaan asing sehingga ia berkesempatan melakukan banyak penugasan kerja di luar negeri; juga ia beruntung karena industri dimana perusahaannya berkiprah tumbuh pesat sehingga dengan cepat tersedia banyak posisi kosong ; dan ia beruntung perusahaan itu masih muda, sehingga ia bisa cepat melesat naik posisinya).
Sementara kawan kita satunya lagi “stuck” lantaran ia berada pada habitat yang salah. Kantor tempatnya bekerja penuh dengan politicking, tidak peduli dengan pengembangan SDM, dan penuh dengan birokrasi yang mematikan. Talentanya layu sebelum sempat tumbuh; dan kesuksesan karir tak pernah bisa ia raih.
Esensi dari kisah diatas sama dengan apa yang dinarasikan dalam buku Gladwell ini. Sukses ternyata memang lebih banyak ditentukan oleh dinamika lingkungan dimana kita berkiprah dan berkarya.
Pertanyaanya sekarang adalah : apakah habitat atau lingkungan tempat Anda berkarya saat ini merupakan lingkungan yang tepat? Sebuah lingkungan yang bisa menyodorkan “keajaiban”, “luck”, dan serangkaian “berkah terselubung” dalam perjalanan hidup Anda? Atau sebaliknya, sebuah tempat dimana kesuksesan senantiasa merupakan sebuah impian kosong; bak buih fatamorgana yang selalu lenyap setiap kali kita hendak mendekatinya?

Mengapa Kita Kekurangan Entrepreneur?

0 komentar

Negeri ini masih sangat kekurangan entrepreneur. Dibalik beragam liputan tentang seribu satu sosok enterpreneur, negeri ini ternyata masih sangat sedikit memiliki kaum wirausaha. Data terkini menunjukkan angka populasi entreprenuer di negeri ini hanya 0,18 % dari total penduduk, atau hanya sekitar 400,000 orang. Sebuah jumlah yang terlalu sedikit untuk sebuah negara dengan penduduk lebih dari 200 juta jiwa.
Padahal, kisah kemonceran sebuah bangsa selalu dilentikkan oleh kisah heroisme para entrepreneurnya. Mereka membangun bisnis dari nol, mendedahkan cerita legendaris, dan kemudian menancapkan jejak yang amat kokoh dalam sejarah ekonomi dunia. Amerika akan selalu dikenang karena mereka memiliki Henry Ford, Bill Gates, ataupun Lary Page & Sergei Brin (pendiri Google). Jepang menjadi legenda lantaran kisah Akio Morita (pendiri Sony), Soichiro Honda dan Konosuke Matshushita (Panasonic).
Lalu bagaimana solusinya? Apa yang mesti dilakukan negeri ini sehingga kelak akan lahir Bill Gates dari Bandung, Akio Morita dari Pemantang Siantar, ataupun Sergei Brin dari tanah Maluku? Solusi ini akan coba kita bentangkan dengan terlebih dulu menulusuri dua faktor utama kenapa negeri ini masih sangat kekurangan sosok entrepreneur yang tangguh.
Jawaban yang pertama mudah : kita sangat kekurangan jumlah entrepreneur karena sistem pendidikan kita memang mendidik kita untuk menjadi pegawai dan bukan entrepreneur; mengarahkan kita untuk menjadi kuli, bukan kreator. Sungguh mengherankan, sepanjang kita sekolah selama puluhan tahun, kita nyaris tidak pernah mendapatkan pelajaran mengenai entrepreneurship. Juga nyaris tak pernah mendapatkan pelajaran tentang keberanian mengambil resiko, tentang ketajaman mencium peluang bisnis, ataupun pelajaran tentang life skills – sebuah pelajaran penting yang akan membikin kita menjadi manusia-manusia mandiri nan digdaya.
Tidak. Kita tak pernah mendapatkan itu semua. Selama bertahun-tahun kita hanya dijejali dengan aneka teori dan konsep, seolah-olah kelak kita akan menjadi “kuli” atau pegawai di sebuah pabrik. Lalu begitulah, setiap penghujung tahun ajaran, setiap kampus ataupun sekolah bisnis beramai-ramai mengadakan Job Fair, memberikan pembekalan (sic! ) tentang cara menyusun CV yang bagus dan trik bagaimana menghadapi wawancara kerja. Semua dilakukan sebab seolah-seolah bekerja menjadi “kuli berdasi” di perusahaan besar (kalau bisa multi national companies) merupakan “jalur emas” yang wajib ditempuh oleh setiap lulusan sarjana.
Kenyataan seperti diatas mestinya harus segera dikurangi. Sebab situasi semacam itu hanya akan membuat spirit entrepreneurship kita pelan-pelan redup. Sebaliknya, kita sungguh berharap pendidikan dan pelajaran entrepreneurship diberikan secara masif dan sejak usia dini, setidaknya sejak di bangku sekolah SLTP I). Sebab dengan demikian, negeri ini mungkin bisa bermimpi melahirkan deretan entrepreneur muda nan tangguh pada rentang usia 17 tahun-an.
Pada sisi lain, acara semacam job fair mestinya disertai dengan acara yang tak kalah meriahnya, yakni semacam “Entrepreneurship Campus Festival”. Kita membayangkan dalam ajang ini, ribuan mahasiswa muda datang dengan beragam gagasan bisnis yang segar, dan kemudian dipertemukan dengan barisan investor yang siap mendanai ide bisnis mereka (investor ini sering juga disebut sebagai “angel investor” atau “venture capital”). Melalui ajang inilah bisa dilahirkan ribuan entrepreneur muda baru dari setiap kampus yang ada di pelosok tanah air. Dan sungguh, dengan itu mereka tak lagi harus antri berebut fomulir lamaran kerja, ditengah terik panas matahari, dengan peluh di sekujur tubuh, dengan muka yang kian sayu…….(duh, biyung, malang nian nasibmu…).
Faktor kedua yang membuat kita sangat kekurangan entrepreneur, dan juga harus segera diatasi adalah ini : mindset orang tua kita yang cenderung lebih menginginkan anaknya menjadi pegawai/karyawan. Sebab, orang tua mana sih yang tidak bangga jika anaknya bisa menjadi ekskutif di Citibank atau manajer di Astra International? Mindset semacam ini menjadi kelaziman sebab bagi kebanyakan orang tua kita, mengabdi dan bekerja di sebuah perusahaan besar setelah lulus kuliah adalah jalur yang harus dilalui untuk merajut kesuksesan. Sebuah jalur “paling stabil” dan “paling aman” untuk dapat melihat anaknya mampu membangun rumah dan memiliki sebuah mobil sedan.
Sebaliknya, orang tua kita acap ragu dan gamang ketika melihat anaknya memutuskan untuk membangun usaha secara mandiri. Mereka khawatir jangan-jangan hal ini akan membuat anak cucu mereka kelaparan……Mindset semacam ini pelan-pelan harus diubah. Cara yang paling efektif adalah dengan menyodorkan semakin banyak contoh keberhasilan yang bisa diraih para entrepreneur muda. Dengan kisah-kisah keberhasilan ini, diharapkan orang tua kita menjadi kian sadar bahwa pilihan menjadi entreprenuer dan membuka usaha sendiri merupakan jalur yang juga bisa membawa kesuksesan yang melimpah.
Ya, orang tua kita mungkin perlu disadarkan, bahwa pilihan menjadi juragan ayam ternak di kampung halaman tak kalah hebat dibanding menjadi manajer di Citibank yang berkantor megah di Sudirman. Bahwa pilihan menjadi juragan batik grosir tak kalah mak nyus dibanding menjadi ekeskutif di sebuah perusahaan multi nasional……

JAWABAN MENGAPA KARIR ANDA TIDAK BERKEMBANG

0 komentar

Aduh, kenapa karir saya ndak naik-naik ya. Saya sudah bertahun-tahun kerja di perusahaan ini, tapi kenapa posisi saya mentok disini saja. Demikian dua contoh kegalauan yang acap dilantunkan oleh para rekan pekerja kantoran. Sebuah kegalauan yang sering dilentingkan dengan nada kepedihan dan sejumput rasa fustrasi yang menggumpal (duh biyung, malang nian nasib sampeyan….).
Saya kira ada beragam penjelasan yang bisa dilontarkan untuk menjawab kegundahan itu. Disini kita mencoba untuk membincangkan tiga kemungkinan jawabannya secara ringkas. Baiklah sebelum kita membahasnya, silakan terlebih dahulu menyeruput secangkir kopi hangat yang mungkin sudah terhidang di depan meja kerja Anda…..
Jawaban yang pertama simpel dan jelas : you don’t deserve to be promoted. Ya, Anda memang tidak layak dipromosikan atau naik karir. Boleh jadi ini karena kompetensi Anda memang masih belum mumpuni; atau mungkin juga sikap kerja Anda yang begitu-begitu saja, hingga gagal membuat orang lain mengulurkan tangan memberi apresiasi. Bagaimana mungkin top manajemen memberikan Anda kenaikan karir kalau prestasi kerja Anda hanya pas-pasan.
Jadi kalau begitu, pertanyaan itu sejatinya justru harus digedorkan pertama-tama kepada diri Anda sendiri. Dengan kata lain, pertanyaan mengapa Anda ndak melesat karirnya mungkin justru harus ditujukan pada diri Anda sendiri. Disini, kerendahan hati dan kebesaran jiwa untuk mencoba bening mengaca pada kekurangan diri dan juga sekaligus potensi kekuatan yang dimiliki, sungguh amat diperlukan.
Proses self-exploration semacam itu sungguh akan bisa berjalan dengan optimal kalau saja setiap perusahaan menyediakan career coach yang trampil. Dengan itu rute untuk menyempurnakan kompetensi dan mindset Anda bisa berlangsung dengan efektif (sayang memang, ndak banyak perusahaan di tanah air yang menyedian career coach internal yang tangguh).
Jawaban kedua : prestasi kerja Anda sudah oke, kerja sudah mati-matian, tapi tetap saja top manajemen cuek bebek dengan kisah perjuangan kerja Anda yang sudah berdarah-darah itu (doh!). Nah kalau ini yang terjadi, kemungkinan besar Anda telah gagal “memamerkan” kelebihan dan prestasi kerja yang yang sungguh heroik itu. Bukan, disini kita bukan mau bicara mengenai ilmu cari muka atau menjilat bos dan bosnya si bos. No, no, no. Namun harus diakui, dalam sirkuit perjalanan naik karir ada dikenal sebuah ketrampilan yang disebut “impression management”. Inilah sejenis siasat untuk menonjolkan prestasi kerja Anda dihadapan kolega dan top manajemen secara elegan nan bermartabat. (sorry, topik khusus mengenai impression management ini baru akan kita bahas kapan-kapan di waktu mendatang. So stay tuned!).
Dalam lingkungan kerja dimana elemen subyektifitas dan perasaan acap masih punya pengaruh terhadap promotion decision, maka ketrampilan mengenai impression management mungkin layak untuk digenggam. Sebab dengan itu, perjuangan heorik nan berdarah-darah dari Anda itu bisa kemudian dihargai dengan layak.
Jawaban yang ketiga : karir Anda mentok karena Anda memang bekerja di perusahaan yang salah. Sorry, maksudnya perusahaan kecil yang karyawannya cuman 500-an dan hanya punya satu pabrik misalnya. Kalau perusahaan Anda hanya perusahaan manufaktur (pabrikan) yang karyawannya ndak banyak, ya ndak usah deh ngomong tentang career planning (sebab karir apa yang mau diomongkan kalau posisi manajerial yang tersedia hanya hitungan jari).
Dalam situasi semaca itu, karir Anda hanya akan naik kalau atasan Anda pensiun (duh, lama banget dong nunggunya !). Sebab itulah, beruntung bagi Anda yang bekerja di perusahaan dengan skala besar seperti industri perbankan atau telekomunikasi atau perusahaan energi dengan skala nasional. Dalam perusahaan dengan skala besar semacam ini, maka akan sangat banyak tersedia posisi manajerial, dan karena itu, pergerakan karir kita bisa sangat luas dan dinamik.
Jadi sekali lagi, dalam perusahaan dengan size yang terbatas, kita memang ndak bisa menerapkan ilmu career planning atau talent management secara optimal. Dan sebab itulah, karir Anda mentok. And again : ini memang sebuah kewajaran yang ndak layak ditangisi.
Itulah tiga jawaban ringkas yang barangkali bisa menjelaskan kenapa karir kita stagnan. Apapun jawabannya ada satu kalimat yang mungkin layak kita genggam dengan sepenuh hati : kita sendirilah sesungguhnya yang menciptakan masa depan kita – not somebody else.
So, believe in yourself, take positive actions, and create your own bright future. Goodluck and God bless you all !!

Seberapa Mahal Nilai Pekerjaan Anda

2 komentar
Pada akhirnya kita semua bekerja untuk merenggut sejumput nafkah. Disana yang segera terbentang adalah berapa penghasilan yang bisa kita bungkus dan bawa pulang setiap akhir bulan tiba. Receh demi receh kita dekap setelah sebulan lamanya kita memeras peluh, berjibaku menggantang pikiran dan menebarkan segenap dedikasi.
Pertanyaannya adalah : apakah gaji atau penghasilan yang kita ringkus setiap bulan demi anak dan keluarga sudah cukup memadai? Apakah jumlahnya sudah sebanding dengan pekerjaan yang hari demi hari kita lakoni dengan sepenuh asa dan pengabdian? Atau sebenarnya berapa sih harga yang paling pantas untuk pekerjaan kita?
Pertanyaan tentang harga sebuah pekerjaan dikenal pula dengan sebutan measuring job value. Inilah sebuah konsep yang hendak memberi informasi mengenai berapa harga yang paling tepat untuk sebuah jabatan. Proses untuk menelisik job value kemudian sering disebut sebagai job evaluation. Istilah ini merujuk pada sebuah ikhtiar untuk mengevaluasi segenap komponen yang melekat dalam suatu jabatan, dan kemudian menghitung berapa harga yang paling pantas untuk pekerjaan itu.
Untuk melakukan job evaluation, biasanya kita mesti menetapkan dulu sejumlah kriteria baku yang akan digunakan untuk menghitung harga sebuah jabatan. Kriteria ini biasanya berjumlah antara empat hingga lima faktor, dan lazim juga disebut sebagai compensable factors.
Berikut ini akan coba dipetakan contoh empat compensable factors yang acap digunakan sebagai kriteria untuk menilai value sebuah jabatan. Faktor yang pertama biasanya berkaitan dengan aspek kompetensi teknis yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah pekerjaan. Makin tinggi kualifikasi yang dibutuhkan, tentu makin mahal harga jabatan itu.
Faktor yang kedua adalah job complexity. Aspek ini merujuk pada sejauh mana level kompleksitas yang dibutuhkan dalam mengelola suatu jabatan. Kompleksitas disini mengacu baik pada aspek teknis operasional ataupun dalam aspek konsep dan kedalaman analisa untuk menuntaskan sebuah pekerjaan.
Faktor yang ketiga adalah impact of decisions. Apakah dampak keputusan yang dihasilkan oleh jabatan ini bersifat signifikan dan lintas sektoral ataukah hanya sekedar punya pengaruh yang terbatas? Disini yang diuji adalah seberapa ekspansif dampak keputusan yang dihasilkan oleh sebuah jabatan.
Faktor yang keempat adalah responsibility of others. Disini yang diuji adalah rentang kendali dan tanggung jawab dari suatu jabatan. Apakah ia memiliki jumlah anak buah yang banyak dan masing-masing memiliki jenis pekerjaan yang variatif; atau sebaliknya? Dan sampai dimana tingkat otoritas dan tanggungjawab jabatan ini dalam menggerakkan orang lain.
Demikianlah, berdasar empat faktor diatas lantas dihitung nilai setiap jabatan yang ada dalam organisasi; biasanya mewujud dalam skala skor. Masing-masing skala skor ini juga disertai dengan deskripsi yang jelas dan terukur sehingga proses penghitungan menjadi lebih obyektif. Berdasar hasil skor inilah kemudian dipetakan berapa harga setiap jabatan yang ada di organisasi itu. Dari sinilah kemudian akan muncul skala gaji yang berbeda untuk setiap jabatan.
Sejatinya, makin tinggi skor sebuah jabatan tentu akan makin mahal harganya, dan tentu kian besar pula gaji yang bisa dibawa pulang. Meski demikian segera harus dikatakan bahwa hal ini sangat tergantung dengan 1) kondisi keuangan perusahaan dan 2) kebijakan manajamen dan pemilik perusahaan (baca : tergantung pelit tidaknya, atau serakah tidaknya sang pemilik perusahaan).
Tempo hari, salah seorang klien saya bilang kalau gaji Manajer SDM di perusahaannya berkisar pada angka Rp 25 juta per bulan, sementara menurut dia gaji Manajer SDM di perusahaan kompetitor hanyalah sekitar Rp 15 juta per bulan. Padahal kedua perusahaan ini punya bisnis yang sama, skala yang sama, dan job des Manajer SDM di kedua perusahaan itu sama persis. Tentu ini terjadi karena mungkin kondisi keuangan kedua perusahaan itu berbeda, atau mungkin juga pemilik kedua perusahaan itu punya kebijakan yang berlainan. Atau ada kemungkinan yang lain : ini memang sudah suratan takdir (doh!)

Jadi kembali pada pertanyaan judul tulisan ini : apakah pekerjaan Anda sekarang sudah dinilai dengan harga yang pas, atau terlalu murah? Alias di-diskon gede-gedan? Kalau pekerjaan Anda diobral terlalu murah, ya ndak usah terus bersedih dan tenggelam dalam duka lara.
Keep on moving. Have a positive mindset. Sebab esok kan masih ada harapan.

Strategi blog + manajemen di mata GOOGLE

2 komentar
saya menyebutkan, membangun blog yang tangguh nan bermutu adalah sebuah marathon, bukan sprint. Disana dibutuhkan sejenis endurance dan stamina yang panjang untuk mampu menghadirkan tulian bermutu secara konsisten.
Tentu saja, Blog Strategi + Manajemen juga mencoba untuk terus melakoni proses marathon itu : terus berikhtiar mendistribusikan pengetahuan kepada sebanyak mungkin pembacanya. Dan beruntung, proses itu acap kali mendapatkan topangan dari sang rakasa mesin pencari bernama Google.
Kita semua tahu, kini Google telah menjadi pintu gerbang utama bagi jutaan umat manusia dalam memasuki bentangan luas sang jagat maya. Setiap hari, jutaan kata kunci diketikkan dalam papan Google, dan dari sanalah setiap insan kemudian berselancar, menjelajah dan memetik sejumput informasi yang menjuntai dalam belantara online.
Itulah mengapa kini ada sebuah ilmu yang disebut search engine optimazion (SEO). Atau sebuah siasat agar bagaimana website atau blog kita bisa selalu nangkring pada halaman pertama hasil pencarian Google; terutama untuk kata kunci yang banyak dicari orang. Sebab begitu blog atau website kita bisa muncul pada halaman pertama Google (atau bahkan peringkat pertama), maka saat itulah sebuah website bisa terus berkibar menjaring ribuan pengunjung (yang masuk ke web kita melalui pintu Google).
Lalu, bagaimana reputasi dan posisi Blog Strategi + Manajemen ini di mata sang raksasa Google? Quite impressive, saya kira (sorry, agak sedikit narsis….hehehehe).
Cobalah Anda ketikkan kata kunci “manajemen”, atau “strategi bisnis” atau “standard gaji” melalui Google.co.id, maka secara konsisten blog ini selalu muncul di halaman pertama hasil pencarian. Padahal kita tahu tiga kata kunci itu merupakan “high quality keywords” atau kata kunci yang paling sering dicari orang ketika mereka hendak mencari informasi mengenai ilmu manajemen, karir dan strategi bisnis.
Demikian pula, blog ini selalu berada para halaman pertama hasil pencarian Google untuk sejumlah kata kunci lain yang banyak dicari orang lainnya seperti : blue ocean strategy, talent management, customer service, training ESQ dan lain-lainnya.
Itulah mengapa puluhan ribu orang datang ke blog ini setiap bulannya karena bantuan dari mesin pencari Google. Disini Google telah berperan membimbing ribuan orang untuk menemukan situs yang tepat, informatif dan senantiasa menyajikan pengetahuan yang kaya mengenai beragam topik bisnis dan manajemen. Website itu kebetulan bernama Blog Strategi + Manajemen…..:)
Ada satu catatan kecil yang ingin saya garisbawahi dari fenomena ini. Saya selalu membayangkan, untuk beragam kata kunci yang erat kaitannya dengan strategi bisnis dan manajemen itu, mestinya banyak website sekolah bisnis di tanah air yang muncul di halaman pertama hasil pencarian Google. Sekolah bisnis seperti punya Prasetya Mulya, MM UI, Binus Business School, ataupun IPPM.
Logikanya sederhana : bukankah mereka adalah gudang pengetahuan dan informasi mengenai ilmu manajemen dan strategi bisnis? Bukankah iklan mereka selalu menyuarakan bahwa mereka selalu menyajikan pengetahuan mutakhir mengenai dinamika bisnis modern, dan selalu menyiapkan para pesertanya untuk responsif terhadap era informasi online?
But see, begitu ribuan orang mengetikkan kata kunci “strategi bisnis”, tak satupun website sekolah bisnis (yang katanya keren itu) muncul di halaman pertama Google, dan sorry, kalah peringkatnya dibanding blog yang sedang Anda baca ini.
Ada dua kemungkinan penyebabnya. Yang pertama, para pengelola sekolah bisnis itu gagal memanfaatkan kekuatan Google untuk menebarkan brand dan pengetahuan mereka (dan sungguh dalam era digital seperti sekarang, kenyataan seperti ini sungguh terasa pahit. Apalagi jika mengingat bunyi iklan-iklan mereka yang sungguh heroik itu…..).
Yang kedua, benar apa yang dibilang dalam buku the World is Flat itu. Dalam era web 2.0 seperti sekarang ini, seorang individu secara solo – hanya dengan senjata sebuah blog – bisa lebih dominan dibanding institusi besar dan mapan seperti sekolah bisnis yang megah itu (dan o ya, mereka juga dikelola oleh ratusan pakar manajemen yang pintar). Dengan kata lain, dalam era flat world, seorang individu bisa menjadi independent publisher (melalui blog), dan memberikan jejak yang amat ekspansif dalam proses distribusi informasi dan pengetahuan.
Melalui bantuan Google, blog ini telah mencoba menebarkan serpihan pengetahuan dan informasi kepada sebanyak mungkin audiens. Dengan cara ini, Google sejatinya telah memberikan peran amat penting dalam membangun peradaban pengetahuan.
Jadi benarlah sebuah slogan yang berbunyi seperti ini : Google – A Journey to Expand Your Knowledge Starts Here.

5 Rahasia Ampuh untuk karir anda

1 komentar

Perencanaan dan manajemen karir yang tertata dengan kredibel merupakan salah satu elemen yang didambakan oleh banyak karyawan. Sayangnya tak banyak perusahaan ditanah air yang melakukan ikhtiar yang sungguh kencang dalam membangun sistem perencanaan karir yang baik bagi para karyawannya.
Tanpa peta dan manajemen karir yang bagus, setiap karyawan lalu dibiarkan sendirian dalam menapaki jalan panjang perjalanan karirnya. Dan ini sungguh bukan rute yang elok untuk dijejaki. Alangkah baiknya jika perusahaan juga secara serius menggagas sejumlah inisiatif jitu dalam pengelolaan karir para karyawannya.
Lalu inisiatif atau program karir apa saja yang layak dilakoni? Berikut ini coba diuraikan 5 best practices yang bisa dilakukan oleh perusahaan dalam mengelola perencanaan dan pengembangan karir karyawan.
Menyediakan Employee Assessment dan Career Planning Workshops.
Salah satu inisiatif yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan on-site workshop agar karyawan belajar mengambil tanggung jawab dalam karir mereka. Workshop ini bisa juga disertai dengan semacam employee assesment dimana karyawan bisa menilai kemampuan, minat karir, dan nilai hidup mereka. Hasil dari segenap proses ini kemudian dapat diolah dan diracik untuk memetakan perencanaan karir karyawan.
Mengadakan Career Coaching Workshops untuk Para Atasan (Manajer). Sementara para karyawan mempelajari bagaimana mengambil tanggung jawab dalam karir mereka, maka para atasan mereka juga perlu dididik agar trampil dalam meng-empower usaha para anak buahnya. Disini para atasan itu dilatih tentang bagaimana menjadi lebih mahir dalam proses perencanaan karir, melakukan teknik bimbingan karir, mempersiapkan berbagai tipe diskusi karir yang ditanyakan oleh karyawan, dan juga bagaimana memberikan feedback dengan jujur (persoalan akan muncul jika para atasan atau manajer itu juga ternyata buta tentang karir mereka sendiri. Duh!).
Mendirikan Employee Career Centers. Perusahaan seperti IBM dan Nokia telah memiliki internal career centers dimana karyawan bisa datang untuk menilai dirinya sendiri. Layanannya meliputi program online yang menyertakan career feedback, penilaian kompetensi, konsultasi karir, personal development seminar, dan juga beragam informasi mengenai internal job posting.
Memberikan Open Business Briefings. Dinamika bisnis terus berubah, dan lanskap persaingan juga terus menari-nari. Lalu apa artinya ini semua bagi pekerjaan para karyawan? Untuk membuat para karyawan sadar apa makna perubahan itu bagi karir mereka, sejumlah perusahaan terkemuka seperti Intel dan Microsoft secara terbuka mendiskusikan perencanaan strategis bisnis perusahaan kepada segenap karyawannya. Dan kemudian memetakan apa dampak perubahan strategi itu pada tugas-tugas atau kemampuan yang akan diperlukan di masa yang akan datang.
Dengan cara berbagi informasi inilah, perusahaan sejatinya sedang menyiapkan karir para karyawannya menghadapi tantangan bisnis masa depan.
Menciptakan Individual Learning Accounts. Ini adalah sebuah gagasan yang menarik. Intinya adalah setiap karyawan mempunyai Individual Learning Accounts dengan plafon biaya tertentu, dan bebas ia gunakan untuk proses pengembangan diri. Disini para karyawan bebas memilih tema, kelas training atau program pengembangan yang ingin ia ikuti, sesuai dengan minat dan kebutuhan mereka sendiri.
Melalui Individual Learning Account, sang karyawan diberi otonomi penuh untuk menentukan rute pembelajaran yang paling pas dengan dirinya sendiri. Pola semacam ini dipercaya akan lebih mengakselerasi kompetensi para karyawan, dan tentu saja akan sangat membantu mereka dalam menjelujuri jejak karir yang dikehendakinya di masa mendatang.
Demikianlah sejumlah contoh kecil mengenai best practices yang mungkin layak dilakukan dalam memulai inisiatif pengembangan karir karyawan. Apakah hal-hal diatas merupakan impian belaka? Saya kira tidak. Sepanjang para pengelola Departemen HRD di perusahaan mau dan memiliki komitmen untuk melakukannya, saya kira sejumlah inisiatif diatas bukan hal yang terlampau sulit untuk dilakukan.
Yang penting disini adalah meyakinkan dan terus menggedor para pengelola departemen HRD agar berani melakukan sejumlah terobososan yang inovatif dalam proses pengembangan karir para karyawannya.
Sebab dengan itulah, para karyawan bisa menemukan partner sejati dalam meretas jejak karirnya di masa depan. Dan bukan terus dibiarkan berjalan sendiri dalam keremangan : berjalan tertatih sambil terus meraba kenapa arah karirnya semakin tidak jelas…..

Strategi Menentukan Harga

0 komentar
Dalam pemasaran, harga diatur sedemikian rupa agar cocok dengan strategi positioning perusahaan, dan proses mempengaruhi
persepsi masyarakat. A product’s image is influenced by price . Perusahaan menetapkan harga sat meemperkenalkan prosuk baru, memperkenalkan produk regulernya ke saluran distribusi atau daerah baru, dan ketika perusahaan mengikuti lelang atas kontrak kerja baru. Isu ini menyebabkan perusahaan harus melakukan banyak pertimbangan agar tidak sampai terjadi kesalahan dalam penentuan harga. Salah positioning menyebabkan perusahaan mengalami penurunan jumlah penjualan.
Dalam menentukan harga terdapat lima langkah yang harus dijalankan, yaitu :
1. Memilih tujuan pemasaran
2. Menentukan permintaaaan
3. Memperhitungkan biaya
4. Menganalisa biaya pesaing, harga, dan penawaran
5. Memilih metode penentuan harga
6. Memilih harga.


Become A SMART AND GOOD ENTREPRENEUR

1 komentar

Sebagian besar entrepreneur yang akan berwirausaha mengalami kendala terbatasnya modal,
sehingga belum mampu merekrut orang lain untuk bekerja dengannya, yang kemudian membuat sebuah bisnis tidak dibentuk dengan struktur organisasi yang lengkap. Untuk itu memaksa mereka untuk mempunyai skill yang lebih dari satu atau multiskill.
Agar The Business Team Skill bisa terwujud, dengan memulai suatu bisnis seorang diri, ada beberapa skill yang harus dipelajari, yaitu:
1. Leadership, kepemimpinan mengelola diri sendiri.
2. Specialist, keahlian khusus atas bisnis yang akan dijalankan.
3. Managerial Skill, kemampuan mengelola bisnis dan memotivasi diri sendiri.
4. Financial Skill, kepandaian dalam mengendalikan keuangan.
5. Selling Skill, keahlian dalam menjual.
Dari kelima skill tersebut, maka Selling Skill merupakan embrio untuk meraih sukses sebagai entrepreneur.
Selling artinya menjual, yaitu suatu aktifitas (kegiatan memasarkan lewat personal selling) menjual atau bertransaksi. Marketing dan Selling merupakan suatu konsep yang tidak bisa dipisahkan. Singkatnya, Marketing is a strategy business concept, and selling is a tactic to create a transaction and a part of marketing actifity. Jadi merupakan satu kesatuan yang utuh untuk membuat bisnis berkembang.
Kegiatan menjual dan menawarkan suatu barang/jasa kepada orang lain membutuhkan seni menjual, bukan lagi kemampuan menjual saja (selling skill), karena seni menjual (art of selling skill atau artsell) itu membutuhkan insting dan naluri humanisme sebelum bertransaksi. Beberapa level kemampuan menjual atau disebut salesmanship level, yaitu:
(1) memaksa atau meminta, atau disebut pusher salesmanship,
(2) merayu atau memanipulasi, atau disebut manipulate salesmanship,
(3) bargaining atau barter, atau disebut transaction salesmanship,
(4) motivation, atau disebut motivational salesmanship.
Bagi entrepreneur, ada banyak sisi dan faktor yang harus dimiliki agar mempunyai salesmanship yang kuat, yaitu:
(1) personality,
(2) knowledge,
(3) idea dan creativity,
(4) skill, yaitu selling skill.
(5) konsep.
Ada beberapa tahapan orang untuk memulai melakukan kunjungan niaga atau menjual, yaitu:
1. Prospecting.
Prospecting harus mengacu pada strategi marketing, yaitu segmentation, targeting, positioning, product branding, dan differentiation, dimana prospecting adalah membuat profil calon pelanggan. Prinsip prospecting seperti teori menabur benih, ada yang tumbuh menjadi tunas, tumbuh menjadi besar, berbunga, berbuah, dan ada pula yang tidak tumbuh atau mati.
2. Pre-approach (greeting and on call).
Pre-approach terdiri dari:
- personal approach, yaitu pendekatan yang dilakukan untuk membuat prospek menyukai secara individu diri anda, dan
- business approach, yaitu dilakukan agar prospek menyukai produk atau bisnis anda.
Bagian pokok pre-approach adalah:
- Greeting, adalah menunjukkan kepada prospek pandangan dan kesan pertama yang positif sehingga kehadiran anda diterima olehnya.
- Communication, yaitu secara prinsip bagaimana cara berkomunikasi yang baik.
- Personality exploration.
3. Presentation and approach.
Presentasi yang baik itu adalah komunikasi yang baik dengan cara yang baik pula, sementara sisanya adalah product knowledge, penguasaan materi dan situasi serta kondisi saat itu. Approach, merupakan pendekatan yang dilakukan kepada prospek dengan cara personal approach dan business approach.
4. Handling respons/objectives + negotiation skill.
Ada dua jenis respon, yaitu: Positive Response yang biasanya diisyaratkan dengan dukungan respon positif dari prospek, sehingga bisa langsung dilanjutkan dengan closing atau komitmen untuk langkah positif berikutnya, dan Negative Response, yang diisyaratkan oleh prospek dengan diam, tidak perduli, marah, menolak, tidak setuju dan lain-lain. Menanggapi respon yang negatif, harus dengan cara yang baik, bersahaja dan simpatik, sehingga berkesan turut berempati dan menempatkan diri berada di pihak prospek.
5. Closing technique.
Closing bukanlah penutupan penjualan yang biasa diartikan oleh kebanyakan sales atau marketing, tetapi lebih tepat adalah “lead your customer to take a decision”. Jadi closing techniques dapat diartikan “lead your customer to make a deal with you!”
Jenis-jenis closing techniques, yaitu:
 Ask for the order, minta order dan komitment order ke prospek.
 The assumptive closing, mengasumsikan saja.
 The alternative closing, memberikan pilihan.
 The closing on a small issue, tidak dilakukan dengan bertele-tele.
 The pressure closing, penutupan dengan sedikit penekanan.
 The balance sheet closing method, menawarkan seluruh atau sebagian besar manfaat dalam satu table agar prospek lebih tertarik.
 Converting on objectives, mengubah keberatan.
 The negosiated closing, penutupan yang dinegosiasikan.
 Trial closing, penutupan secara coba-coba.
 The step by step closing, penutupan secara step by step.
 The bonus closing, penutupan dengan bonus.
 The emotional and fear closing, penutupan dengan mengadakan momen yang emosional dan fear bagi prospek.
6. Relationship and post call.
Menciptakan suatu hubungan niaga dengan pelanggan tidak hanya secara rasional, juga emosional. Yang pada akhirnya menciptakan experiential selling bagi pelanggan hingga terwujud suatu kondisi yang memorable.
Visi menjual adalah menyenangkan pihak lain, tanpa merasa tidak mendapatkan apa-apa, karena order akan tercipta dengan sendirinya. Misi menjual haruslah “marry your customer”, dengan selalu mempertahankan hubungan dengan prospek tang sudah menjadi pelanggan tetap.

Encourage Innovation ( Dorongan Berinovasi)

2 komentar


Valerie memiliki kedua tangann yang utuh . Perusahaan kecilnya telah tumbuh begitu cepat sehingga sulit untuk mengikutinya. Ada banyak karyawan baru yang perlu dilatih dalam cara perusahaan melakukan sesuatu. Tanpa pelatihan ini, perusahaannya akan kehilangan sebagian dari kualitas produk. Untungnya, Anna menunjukkan hadiah yang nyata untuk menjelaskan hal-hal dan ia menangani sebagian besar pelatihan hari ini.

Valerie mengingat "masa lalu" ketika itu hanya segelintir dari mereka. Mereka akan duduk di meja piknik tua di toko dan makan siang bersama dan berbicara tentang anak-anak, film - dan bisnis. Banyak yang senang dengan obrolan dan beberapa gila ide muncul dari orang-orang makan siang. Setiap orang sepertinya menikmatinya kecuali Devon, cowok baru. Dia selalu orang terakhir yang muncul dan yang pertama keluar. Dia akan berbicara sesekali, namun tidak sering.

Valerie tersenyum sekarang ketika dia berpikir tentang bagaimana ia telah berkembang. Devon tidak banyak yang "pemikir besar" seperti yang lain, tetapi ketika mereka datang dengan sebuah gagasan, Devon adalah orang yang bisa mengambilnya dari sketsa kasar ke produk jadi.

Valerie's hari ini sering terganggu oleh panggilan telepon dari timnya. Pagi ini Eva menelepon untuk memberi tahu bahwa teknik kemasan baru telah gagal - untuk keempat kalinya. Valerie menyarankan agar ia berbicara dengan Alicia yang telah melihat masalah yang sama kemarin dalam upaya untuk merampingkan operasi TI. Juga ada panggilan dari kepala penjualan yang ingin Valerie untuk mengatasi pertemuan mereka sedang bulan depan untuk beberapa klien untuk membahas industri dan apa kebutuhan masa depan. Manajer Operasional dan ingin berbicara tentang analisis SWOT yang mereka lakukan di departemennya minggu depan.

R & D posted kelompok catatan di intranet perusahaan meminta sukarelawan untuk menguji produk baru prototipe. Tim softball perusahaan diposting jadwal musim ini di intranet juga. HR adalah merekrut sukarelawan untuk mengajar siswa di dekat sekolah dasar dalam membaca.
Mengapa Satu Perusahaan Gagal
Sangat mudah untuk melihat mengapa perusahaan Carol dalam kesulitan. Tidak ada inovasi karena secara tidak sengaja Carol menghambat itu. Ia begitu terfokus pada melakukan hal-hal benar bahwa dia tidak memberikan orang kebebasan untuk membuat kesalahan dengan mencoba hal-hal baru. Meskipun ia mencoba untuk memikirkan hal-hal baru dirinya sendiri, dia memiliki kemampuan terbatas di daerah itu dan ia tidak membiarkan orang lain mencoba. Dia mikro-mengelola-nya karyawan dan memperlakukan mereka seperti anak-anak. Tak lama kemudian, mereka berhenti berusaha untuk memperbaiki keadaan, atau mereka pergi begitu saja.
Mengapa Suatu Perusahaan Sukses
Valerie's perusahaan baik-baik. Mengapa? Dia telah menciptakan budaya perusahaan yang mendorong inovasi.

    
* Dorong Komunikasi - semua orang dapat berkumpul, saat makan siang, di lapangan softball, dll dan berbicara. Lintas fungsional ini percakapan taji imajinasi setiap orang dan membiarkan mereka belajar dari keterampilan yang lain.
    
* Biarkan Kegagalan - Eva sekarang kelima upaya untuk memecahkan masalah kemasan karena empat pertama gagal. Berapa kali Edison gagal sebelum ia menemukan filamen yang tepat untuk bola lampu listrik?
    
* Cari Pola - Alicia solusi untuk masalah IT dapat menjadi apa yang perlu Eva untuk memecahkan masalah kemasan. Lihat kesamaan yang dapat mengarah pada penemuan.
    
* Know Your Market - Tidak ada gunanya dalam mengembangkan cara yang inovatif untuk membuat kereta yang lebih baik cambuk. Cari tahu apa yang klien dan kebutuhan industri Anda dan mencari solusi inovatif untuk masalah-masalah. Gunakan analisis SWOT pesaing Anda, perusahaan Anda sendiri, dan industri Anda untuk menyorot peluang untuk inovasi.
    
* Gunakan Semua's Best Skills - Devon adalah inovator bukan yang terbaik, tapi karena dia fokus pada teknik diperbolehkan orang lain di bidang lain meluangkan waktu untuk lebih kreatif. R & D penguji mereka yang direkrut dari seluruh perusahaan untuk mendapatkan banyak perspektif yang berbeda.

Gunakan Inovasi Untuk Membuat Sukses
Perusahaan Anda (atau departemen, kelompok, atau tim) memiliki banyak orang pintar. Mendorong mereka untuk menjadi imajinatif, memberi mereka izin untuk membuat kesalahan, dan memberi mereka waktu untuk hanya duduk dan berpikir. Membangun sebuah budaya yang "datar" dan bekerja di organisasi garis dengan mudah. Membangun individu menjadi sebuah tim yang menikmati kebersamaan di tempat kerja. Melakukan hal-hal ini dan Anda akan mendapatkan inovasi yang Anda butuhkan untuk berhasil.

FORMULIR SPT TIDAK LAGI DIKIRIM KE WAJIB PAJAK

1 komentar
Salah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang Wajib Pajak yang telah terdaftar dan memiliki NPWP adalah kewajiban mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar, lengkap dan jelas dan menandatangani serta menyampaikan SPT tersebut ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar/dikukuhkan atau ke tempat lainnya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Berdasarkan jangka waktu pelaporan, SPT terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu SPT Masa (surat pemberitahuan untuk suatu masa pajak) dan SPT Tahunan (surat pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak).
Kebiasaan selama ini, dalam memenuhi kewajiban melaporkan kewajiban SPT Tahunan, setiap akhir tahun pihak Direktorat Jenderal Pajak selalu mengirimkan formulir SPT Tahunan PPh kepada setiap Wajib Pajak supaya Wajib Pajak dapat mengisi dan melaporkan kewajiban SPT Tahunannya tersebut. Kadang jika formulir SPT tersebut tidak diterima, maka Wajib Pajak yang bersangkutan akan beranggapan bahwa hal ini menandakan bahwa ia tidak perlu melaporkan SPT Tahunannya tersebut. Tidak jarang pula ada Wajib Pajak yang akan menyalahkan pihak Direktorat Jenderal Pajak karena tidak mengirimkan formulir SPT Tahunan kepada mereka.
Sebenarnya bagaimanakah ketentuan mengenai pengiriman oleh Direktorat Jenderal Pajak atau pengambilan sendiri formulir SPT (terutama SPT Tahunan) itu?

Jika kita cermati ketentuan yang mengatur mengenai formulir SPT dan cara untuk mendapatkan formulir SPT itu telah diatur sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983. Dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, disebutkan bahwa bahwa setiap Wajib Pajak harus mengambil sendiri SPT di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Saat ini dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, juga masih ditegaskan bahwa setiap Wajib Pajak diwajibkan untuk mengambil sendiri SPT di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Namun pada prakteknya, selama ini sebagai bentuk pelayanan kepada Wajib Pajak, maka ada kebijakan yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak yaitu berupa memberikan pelayanan dengan mengirimkan SPT tersebut kepada Wajib Pajak. Sebenarnya kebijakan ini tidak diatur (atau jika mau dikatakan “bertentangan”) dalam Undang-Undang Perpajakan tersebut.
Mulai tahun pajak 2009 ini, untuk menjalankan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (2) dan dalam rangka proses pembelajaran kepada Wajib Pajak, pihak Direktorat Jenderal Pajak akan menerapkan kebijakan bahwa Wajib Pajak harus mengambil sendiri formulir SPT. Jadi untuk tahun pajak 2009 SPT Tahunan tidak akan dikirimkan lagi ke alamat masing-masing Wajib Pajak, melainkan Wajib Pajak harus mengambil sendiri SPT Tahunannya tersebut. Ketentuan ini dituangkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-102/PJ/2009 tanggal 19 Oktober 2009.
Dalam rangka memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak untuk memperoleh formulir SPT tersebut, di samping menyediakan formulir SPT tersebut di Kantor yang berada di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, pihak Direktorat Jenderal Pajak juga akan menyediakan formulir tersebut di tempat-tempat yang mudah dijangkau oleh Wajib Pajak melalui Pojok Pajak, Mobil Pajak atau counter-counter khusus yang bekerja sama dengan Pemerintah Daerah setempat.
Dalam rangka membantu pihak Direktorat Jenderal Pajak untuk menyediakan formulir SPT, maka situs Tax Learning juga menyediakan formulir SPT yang dapat didownload oleh para Pembaca melalui link berikut ini:

- SPT Tahunan PPh Badan (2009) Format Excel
- SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Form 1770 SS (2009) format Excel
- SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Form 1770 S (2009) format Excel
- SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Form 1770 (2009) format Excel

Akhirnya, penulis mengingatkan para Pembaca sekalian untuk segera mendapatkan formulir SPT serta bersiap-siap untuk mengisi serta melaporkan SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak 2009 mulai awal tahun 2010. Selamat melaporkan pajak penghasilan Anda dan jadilah Wajib Pajak yang baik, karena kelanjutan dari Bangsa kita tercinta ini adalah berasal dari pajak yang kita bayarkan.

UU PPH 2008. PPh atas Dividen yang Diterima oleh WP Orang Pribadi Dalam Negeri

0 komentar
Ketentuan baru dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengenai pengenaan PPh atas Dividen yang diterima oleh WP Orang Pribadi Dalam Negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (2d) telah diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2009 tanggal 9 Februari 2009.
Sebelum tanggal 31 Desember 2008, pengenaan PPh atas dividen yang diterima oleh orang pribadi perlakuannya sama dengan dividen yang diterima oleh badan, yaitu dikenakan sebesar 15% dari penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU PPh. Namun sejak 1 Januari 2009 atas dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tidak lagi dikenakan PPh Pasal 23, melainkan ketentuan pemajakannya diatur dalam Pasal 17 ayat (2d).
Ketentuan yang diatur dalam PP Nomor 19 Tahun 2009 ini adalah sebagai berikut:

SUBJEK PAJAK
Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri penerima dividen

OBJEK PAJAK
Penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri.

PEMOTONG PAJAK
Pihak yang membayarakan atau pihak yang ditunjuk selaku pembayar dividen.

TARIF PAJAK
Sebesar 10% dan bersifat final

Ketentuan ini mulai berlaku sejak 1 Januari 2009 dan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pahami Tipe Kepribadian Anda dan Pasangan

1 komentar

Saat mencari pasangan, kita cenderung hanya melihat segala sesuatu yang tampak dari luar. Bila membahas soal sifat pun, hanyalah yang tampak di permukaan. Misalnya, ramah, senang bercanda, atau perhatian.

Ketika hubungan telah terbina, kita akan menyadari bahwa kepribadian seseorang akan lebih kompleks daripada yang kita bayangkan. Apa yang tampak dari luar tidak menjamin apakah hubungan Anda akan langgeng atau tidak. Tidak ada salahnya jika Anda mengenali lebih dulu tipe kepribadian Anda dan pasangan.

Helen Fisher, seorang anthropolog yang juga penulis buku Why We Love: the Nature and Chemistry of Romantic Love, mengadakan riset mengenai mengapa kita jatuh cinta dengan orang tertentu, dan bukannya yang lain. Dari penelitian tersebut, Fisher menyimpulkan bahwa pada dasarnya terdapat empat tipe kepribadian: Explorer, Builder, Negotiator, dan Director.

Menurut Fisher, "Yang terpenting bukan hanya memahami siapa diri kita, tetapi juga menggunakan siapa diri kita tersebut. Keempat tipe kepribadian ini melakukan kesalahan-kesalahan yang sebenarnya bisa dihindari jika mereka lebih mengenali tipe apakah diri mereka."

Inilah empat kepribadian menurut Fisher:

1. The Explorer

Tipe pengeksplorasi mengekspresikan aktivitas mereka dalam sistem dopamine. Mereka cenderung mengambil risiko, selalu ingin tahu, kreatif, spontan, energik, antusias, dan optimistik.

Orang dengan tipe Explorer cenderung tertarik dengan orang-orang yang seperti dirinya. Mereka menginginkan seseorang yang energik dan antusias, seorang petualang yang kreatif dan selalu ingin tahu.

Tipe Explorer juga sangat manis dan murah hati. Kebaikan pria Explorer kerap disalahartikan wanita yang menerima kebaikannya, sehingga akhirnya mereka terluka setelah mengetahui bahwa pria Explorer tersebut ternyata sudah menjalin hubungan dengan wanita lain.

2. The Builder

Tipe Builder mengekspresikan diri mereka dengan serotonin. Orang-orang dengan tipe ini tenang, senang bersosialisasi, populer, hati-hati, namun tidak penakut. Mereka sangat baik dalam membangun jaringan, senang bersosialisasi, dan menyukai orang-orang yang setipe dengan mereka. Anda tipe wanita (atau pria) tradisional, konvensional, dimana keluarga sangat penting bagi Anda, dan sering kali relijius.

Tipe Builder cenderung mengikuti aturan dan jadwal, namun sebaiknya Anda lebih berani mengambil risiko untuk urusan kencan. Mereka senang bertemu dengan banyak orang, sehingga Si Dia bisa saja mengajak Anda menemui teman-temannya meskipun sebenarnya Anda hanya ingin menghabiskan waktu berdua.

3. The Director

Tipe The Director mengekpresikan diri dengan testosteron. Pria atau wanita dengan tipe ini senang memimpin, cenderung bertindak sebagai pengambil keputusan, senang berpikir, dan mampu memahami musik dengan baik karena musik sangat struktural. Mereka senang berkompetisi, dan ambisius.

Tipe Director biasanya akan mencari tipe Negotiator, begitu pula sebaliknya. Fisher mengambil contoh Bill dan Hillary Clinton. Hillary adalah tipe pemimpin, pengambil keputusan, dan berpendirian kuat. Ia bukan tipe yang dapat mengambil hati orang seperti suaminya. Hillary terpikat dengan pria yang memiliki sopan-santun, senang berbicara, dan peduli pada orang lain.

4. The Negotiator

Tipe Negotiator, baik pria maupun wanita, dapat sangat ekspresif dalam estrogen. Mereka orang-orang yang sangat fleksibel, imajinatif, dan intuitif. Tipe Negotiator juga mudah setuju dengan pendapat orang lain, baik, sangat peduli dengan perasaan orang lain, sehingga orang lain sering memanfaatkan mereka.

Bila Anda seorang Negotiator, Anda harus lebih yakin dengan pendapat Anda sendiri. Sebab Negotiator umumnya cenderung kompromis dalam segala sesuatu, meskipun pada dasarnya mereka kurang setuju dengan sesuatu hal. Karena itu jika Anda seorang Negotiator, Anda harus cepat sadar dan tidak berpikir berlebihan.

Meskipun demikian, menurut Fisher sebenarnya tidak ada kombinasi kepribadian yang buruk, selama kita terus berpikir bahwa Si Dia adalah yang terbaik. Anda bisa membina hubungan dengan tipe mana saja, meskipun beberapa pertemuan dua jenis kepribadian dapat menghadapi masalah-masalah yang spesifik.

Namun, sekali lagi, selama mereka berpikir bahwa pasangannya adalah yang terbaik, mereka pun akan mampu membina hubungan yang awet.

Bagaimana dengan Anda dan Pasangan Anda ?

Lima Kesalahan dalam Menggunakan Kartu Kredit

1 komentar

Paling tidak enak bila kita punya utang kartu kredit. Mengingat interest-nya saja rasanya tidak rela. Meskipun begitu, rasanya kita tidak dapat menghentikan penggunaannya. Begitu satu kartu sudah hampir lunas, kita langsung menggunakannya untuk berbelanja lagi. Makin lama, Anda juga makin berani membeli barang-barang yang lebih mahal, bahkan menggunakan kartu yang sama untuk ongkos dugem Anda. Setelah itu, karena satu kartu dirasa belum cukup, Anda menerima tawaran dari sales bank untuk membuat satu kartu kredit lagi. Akhirnya, utang-utang tersebut makin menjerat kita.

Pada dasarnya, kesalahan dalam menggunakan kartu kredit berawal dari pertama kali Anda membuat kartu tersebut.

1. Membawa lebih dari satu kartu di dompet.

Kemungkinan untuk berbelanja lebih besar karena Anda merasa di-support oleh kartu yang berbeda. Padahal, dengan menggunakan banyak kartu Anda menjadi lebih sulit melacak pengeluaran Anda. Bila Anda mulai merasa berat dengan tagihan kartu kredit, lebih baik simpan saja kartu kredit di laci lemari Anda hingga tagihan benar-benar lunas.

2. Meningkatkan limit kartu kredit, namun jarang menggunakannya.

Sales kartu kredit kini sering menjual data base-nya ke pihak lain sehingga Anda sering kali menerima telepon dari berbagai bank yang menawarkan produknya. Seharusnya, Anda marah karena data Anda diperjualbelikan. Alih-alih, Anda malah terbujuk rayuan sales tersebut dengan menerima kartu baru dengan limit Rp 200 juta. Padahal, Anda hanya traveling saat mudik hari raya, Anda bukan tipe yang senang fine dining, belanja pun lebih sering kalap saat berada di factory outlet. Percayalah, bila kartu tersebut tak pernah dimanfaatkan, Anda hanya akan kerepotan menerima telepon dari pihak sales yang terus-menerus menawarkan program. Sampai ketika Anda tak bisa lagi menghindar, akhirnya Anda terpaksa menerima program yang tak Anda butuhkan itu.

3. Hanya membayar minimum payment.

Anda memiliki lebih dari tiga kartu kredit dan masing-masing jumlah tagihannya sama dengan gaji Anda. Katakan saja gaji Anda Rp 5 juta per bulan. Berarti tagihan ketiga kartu kredit Anda mencapai Rp 15 juta, dengan pembayaran minimum total sekitar Rp 1,5 juta. Bila setiap bulan Anda hanya sanggup membayar minimum payment ini, hitung saja berapa lama utang Anda akan lunas. Anda masih harus membayar interest sekian persen, yang nanti justru akan menambah jumlah tagihan Anda. Artinya, Anda harus membayar utang yang tidak Anda lakukan.

Karena itu, bayarlah utang Anda lebih dari jumlah minimum yang harus dibayarkan. Setidaknya, 30 persen dari jumlah tagihan. Bila mendapat bonus, prioritaskan untuk melunasi utang Anda lebih dulu.

4. Terlambat membayar kartu kredit.

Selain terkena denda, Anda juga masih harus membayar bunga. Cara terbaik membayar kartu kredit adalah dengan membayar secara balance tagihan Anda sebelum tanggal penagihan. Sebab jika Anda membayar pada jeda waktu di antara transaksi belanja dan tanggal penagihan, Anda belum akan dikenakan bunga kartu kredit sehingga Anda akan terbebas dari bunga karena sudah membayar lunas kartu kredit sebelum tagihan dicetak.

5. Mengambil pinjaman tunai untuk membayar kartu kredit.

Hal ini sama saja dengan prinsip gali lubang tutup lubang. Anda melunasi utang dari satu tempat dengan berutang dari pihak lain. Ingat, bank umumnya memberikan pinjaman tunai dengan bunga yang cukup tinggi (di bank swasta asing, pinjaman di bawah Rp 25 juta dikenakan bunga di kisaran 27,5 persen (cicilan 36 bulan) hingga 36,54 persen (cicilan 12 bulan) per tahun. Utang Anda tak pernah lunas, dan Anda malah harus membayar sesuatu yang tidak Anda belanjakan.

Bagaimana sesungguhnya dengan Anda Sendiri ?